Tuesday, April 18, 2006

Nyari Bukit

Sebenarnya jauh-jauh hari kita gak berencana kemana-mana. Dasar aja, akhirnya gak kuat juga bayangin libur panjang (dari Jumat-Senen) di rumah doangImage hosting by Photobucket. Kita udah lama pingin ke Valkenburg, daerah di propinsi Limburg. Nyari-nyari tempat, hotel murah yang masih ada tempat, kita nemu hotel di Sittard, kota gak jauh dari Valkenburg. Kita baru bisa berangkat hari Minggu dan hari Senennya baru bisa ke Valkenburg karena hari Minggunya ada pertandingan sepeda balap dan jalanan ditutup.

Kita berangkat setelah makan siang. Jarak Bemmel-Sittard sekitar 156 km, makan waktu 1 jam 36 menit naik mobil. Buat orang sini yang negaranya kecil, waktu segitu dibilang jauhImage hosting by Photobucket. Aku suka sebel kalo denger Gegen bilang kalo itu kejauhan. Aku jadi inget Prabumulih, kota kecil terdekat dari Palembang yang jaraknya sekitar 90 km, belum lagi kondisi jalannya yang gak semulus di siniImage hosting by Photobucket. Tunggu aja sampe aku punya SIMImage hosting by Photobucket.

Hari Kamisnya aku sempet nanya ke Nelly, yang aslinya orang Limburg. Dia asalnya dari Horst, gak jauh dari Venlo. Katanya orang dari daerah situ kalo ngomong logatnya belum kayak orang nyanyi, seperti orang Belgia. Daerah lebih selatan seperti Valkenburg dan Sittard, bahasa Belandanya kalo didenger memang mirip orang Belgia. Nelly sendiri pernah tinggal 2 tahun di Sittard waktu dia kuliah.

Nyampe Sittard, kita langsung nyari hotel yang sudah di-booking. Namanya hotel De Prins, hotelnya sudah tua dan sedang direnovasi. Liat tempat parkirnya, kok kayaknya cuma kita tamunya?Image hosting by Photobucket Kita liat di internet kalo hari itu ada pameran bonsai di Stadschouwburg. Pas kita nanya ke orang hotel, ternyata gedungnya pas di sebelah hotel.

Gegen memang suka banget sama bonsai, sayang dia cuma tertarik ngeliat daripada memeliharaImage hosting by Photobucket. Pamerannya bagus juga, yang ngadain kelompok penggemar bonsai setempat. Di katalognya diliatin jenis bonsai, umur, asal dan model bonsainya. Liat umurnya, minimal umurnya 15 tahun dan maksimal 100 tahunImage hosting by Photobucket.

Image hosting by Photobucket

Gereja di pusat Sittard


Pulangnya kita muter-muter Sittard. Kotanya sendiri gak begitu istimewa, cuma gedungnya beda, rasanya gak kayak di Belanda aja. AntikImage hosting by Photobucket. Kita cuma jalan-jalan, duduk sebentar di taman dan setelah itu balik ke hotel.

Hari Minggunya kita ke Vaals, kota kecil gak jauh dari Valkenburg, tempat Drielandenpunt atau titik pertemuan perbatasan tiga negara: Belanda, Belgia dan Jerman. Di perjalanan ke Vaals, jalanannya mulai naik-turun. Ini gak wajar di Belanda yang daerahnya rata. Kita juga sering ketemu wielrenner atau kelompok orang bersepeda balap yang terkenal di Belgia dan daerah Limburg. Atlet sepeda balap Belanda biasanya orang sini, yang biasa naik turun tanjakan. Di sepanjang jalan juga banyak berdiri puri.


Nyampe Drielandenpunt, masih sepi. Daerahnya deket hutan gitu. Selain monumen tiga titik perbatasan, ada menara yang lumayan tinggi dan labirin. Karena cuaca yang gak begitu bagus dan berkabut, menaranya ditutup. Karena lebih pingin ke Valkenburg, kita gak mampir ke labirin.



Sebelah kiri D=Duitsland/Jerman, NL=Nederland/Belanda dan di belakang B=Belgia.

Tertulis: titik tertinggi di Belanda 279 meter di atas NAP (Normaal Amsterdams Peil/Normal Amsterdam Level) yang kurang lebih sama dengan permukaan laut


Waktu nyampe Valkenburg kita lewat kabelbaan atau naik ke bukit dengan ayunan di atas kabel. Akhirnya kita ke situ. Kabelbaan ini salah satu atraksi dari A Go Go. Atraksi lainnya permainan laser di dalam gua, roddelbaan atau perosotan yang panjang dan paintball. Di atas bukit kita bisa liat pemandangan dari atas lewat Wilhelminatoren atau Menara Wilhelmina.




Wilhelminatoren dari kejauhan


Kunjugan selanjutnya adalah kasteelruine/puing puri dan Fluweelengrot/gua Valkenburg. Puing kastil ini letaknya di atas bukit, katanya sih satu-satunya puri di Belanda yang dibangun di atas bukit. Purinya dibangun sekitar tahun 1115 dan akhirnya dihancurkan sendiri oleh pemiliknya karena gak tahan menghadapi serangan dari Perancis dan musuh yang lain. Kebayang juga kita, gimana rasanya harus menghancurkan rumah sendiriImage hosting by Photobucket. Pemandangan dari puing kastil ini bagus juga, jarang-jarang bisa naik bukit di Belanda. Hari itu ada demonstrasi burung elang, sayangnya pas kita ke situ pertama kalinya, hujan turun deras. Akhirnya kita mutusin balik ke loket pembelian karcis untuk ikut tur masuk gua.

Fluweelengrot atau Gua Beludru digali sekitar tahun 1050, untuk diambil batunya. Dari peta guanya, bentuknya seperti labirin, banyak cabang dan kata pemandunya, panjangnya bisa mencapai 5 km. Seperti gua di Maastricht yang pernah kita kunjungi, gua ini juga banyak lukisan-lukisannya. Biasanya lukisannya diwarnai hitam dengan batu arang, lalu diukir sesuai lukisannya. Selain lukisan tua tentang puri dan penghuninya, gua ini pernah dipake pelarian pastor yang menentang Napoleon. Ketika Belanda diduduki Napoleon, para pastor atau pendeta ini gak mau bekerja sama dengannya dan menyembunyikan diri di gua. Di dalam gua mereka bikin kapel sendiri, lengkap dengan altar, dll. Selain pelarian jaman Napoleon, ternyata gua ini pernah dipake untuk pelarian ketika jaman Perang Dunia II. Penduduk Valkenburg dan serdadu dari Inggris dan Amerika banyak yang sembunyi di sini. Mereka menuliskan nama mereka di dinding dan kata pemandu banyak veteran yang balik ke sini dan mengenang jaman persembunyian mereka dari Jerman. Di gua ini juga ditemukan dua fosil atau sepasang dinosaurus yang aku gak jelas fosil beneran atau cuma rekaan. Pemandunya, yang keliatannya mahasiswa dan bagus banget ceritanya, juga bercerita kalo sekitar tahun 1997 pernah ada dua anak muda yang melarikan diri dari sekolah khusus untuk anak nakal. Mereka lari ke gua ini dan menyembunyikan diri. Kebayang di gua yang gelap gulita dan jalannya bercabang-cabang, mereka gak bisa bertahan hidup. Setelah tiga minggu, akhirnya mereka ditemukan meninggal. Mereka sepertinya berusaha menggali-gali dinding gua untuk mencari jalan keluar, tapi gak berhasil. Kata pemandu, kalo kita tersesat di gua, mending diam di tempat dan menghentak-hentakkan kaki ke tanah. Berteriak gak bakal menghasilkan sesuatu, yang ada malah kehabisan energi dan suara. Kita juga disuruh ngerasain gelapnya gua ini tanpa bantuan cahaya dari pemandu. Emang serem banget, gak kebayang takutnya anak-anak ituImage hosting by Photobucket. Sayang kamera kita gak bisa ngambil gambar bagus di dalam gelap.

Setelah dari gua, kita balik sebentar liat puing-puing puri lagi.


Pemandangan dari atas puing puri




Puing dan maquette puri ketika masih utuh


Kunjungan terakhir kita ke bekas tambang batu bara. Pertamanya kita diliatin film tentang pekerja tambang ini. Tambangnya sendiri ditutup setelah dinyatakan merugi. Selesai nonton film kita dipandu bekas pekerja tambang, keliling liat mesin dan bekas pertambangan. Kita juga diperagakan gimana suara dan kerja bor dan mesin yang lain. Pemandunya cerita dia kerja di situ mulai umur 17 dan kerja 10 tahun di dalam tanah. Orang-orang yang denger ceritanya mulai nanya-nanya, apa dia dulu suka dengan kerjaannya, apalagi setelah liat film, jaman dulu gak ada pengaman sama sekali. Denger suara mesin yang keras gitu, ya dinikmati aja, gak ada pelindungnya. Pemandunya bilang dia suka kerjaan itu. Setelah tambangnya ditutup dia pindah kerja di Rotterdam, kerja kantoran, tapi malah gak bisa menikmatiImage hosting by Photobucket. Aku denger-denger orang di sekitarku bilang kalo mereka kagum liat orang jaman dulu kerja keras gitu. Kita pertamanya ngirain bakal tur naik kereta di dalam tambang, ternyata gak. Aku lama-lama bosen juga denger ceritanya. Kayaknya di film lebih menarik dan jelas.

Setelah dari bekas tambang, kita balik lagi ke Bemmel. Ah Limburg, rasanya gak puas pingin balik lagiImage hosting by Photobucket...